Teman saya seorang dokter lulusan terbaik sebuah kampus negeri top di tanah air, karena gagal meneruskan ke jenjang spesialis, dia justru memperdalam hobi fotonya. Kini toko foto dan video-nya menjadi salah satu yang terbesar di kotanya. Penghasilannya dari toko ini lebih besar dari jasa praktik dokternya. Apalagi kini dia sudah memiliki jaringan waralaba apotek.
Teman saya lainnya lulusan LA di bidang perfilman. Dia ikut membidani film laris Indonesia. Dia hobi buat kue. Suatu hari, dari sisa-sisa bahan kue di lemari, dia mencoba bereksperimen untuk membuat cake. Dia meminta teman-temannya untuk mencoba kreasinya. Hasilnya lebih dari memuaskan. Penganannya laris manis.
Setiap kita pasti mempunyai hobi. Hobi biasanya justru menghabiskan biaya. Bagaimana supaya hobi bisa menghasilkan hoki bagi kita? Inilah pengalaman saya.
1. Apa hobi utama kita?
Saat kuliah, saya ikut ekstra kurikuler fotografi. Sebelum lulus, saya dapat job memotret pengantin. Namun, saya lebih menyukai menulis ketimbang fotografi. Sambil kuliah, saya dipercaya untuk mengelola majalah kampus. Saat lulus kuliah, saya kerja sebagai editor di penerbitan buku dan majalah. Setahun kemudian saya menjadi pemimpin redaksi sebuah majalah bulanan populer. Pekerjaan yang pas karena dua hobi saya—memotret dan menulis—terpakai di sini.
2. Pilih satu atau dua saja!
Di sela-sela pekerjaan utama, saya menulis cerpen dan mengirimkannya ke majalah Jakarta. Honorariumnya lumayan untuk menambah ‘uang saku’ maupun ‘uang dapur’. Ketika ada lomba menulis, saya mencoba mengirimkan karya saya. Beberapa juara kepenulisan cerpen dan puisi saya dapatkan. Di samping tulisan ‘napas pendek’ seperti artikel dan cerpen, saya mulai menulis buku.
Buku awal saya yang menjadi best-seller berjudul 100 Kisah yang Mengubah Hidup Anda. Jika honorarium artikel maupun cerpen bisa segera kita peroleh dalam hitungan minggu atau bulan, untuk buku minimal setengah tahun setelah terbit baru kita mendapatkan royalti yang berkisar antara 5-10 persen dari harga jual buku. Hasilnya tidak seberapa, tetapi kalau sudah puluhan buku yang berhasil kita terbitkan, hasilnya oke juga.
Jika Anda pandai bikin kue atau memasak, hobi ini ternyata cukup menjanjikan. Teman saya dari Jakarta saat kuliah di Perth, Austalia Barat bisa menghasilkan uang sendiri dengan jualan sate.
Seorang teman di Surabaya hobi me-make up orang lain. Kini dia dikenal karena hasil make up-nya bagus. Dia sering diundang ke mana-mana untuk urusan dandan ini.
3. Kembangkan Lebih Lanjut
Anda hobi memelihara binatang? Hobi ini yang biasanya dikenal sebagai ‘hobi mahal’ ternyata bisa dipakai sebagai pencari nafkah utama. Seorang bapak muda bertangan dingin yang tinggal di kota Malang berhasil menangkarkan burung-burung langka.
Harga jualnya? Puluhan sampai ratusan juta rupiah. Hidupnya cukup mapan hanya dengan jualan binatang peliharaannya.
Seorang pemuda di Surabaya berhasil menjuarai berbagai kejuaran lomba ikan tarung dan ikan hias. Dengan menyewa satu rumah sederhana, dia bisa mengembangbiakkan ikan-ikan ‘juara’ ini yang harga jualnya tinggi.
4. Ikut Komunitas Sehobi
Jika dulu untuk meningkatkan kemampuan memotret saya, saya mengikuti organisasi mahasiswa penggemar fotografi dan persatuan fotografer di Surabaya, sekarang saya mengikuti komunitas yang sama-sama senang menulis.
Apa kelebihan kita ikut komunitas semacam ini?
Di samping kemampuan kita semakin terasah, kita pun semakin dikenal dan jaringan kita semakin luas. Jika kita ahli di bidang tertentu, maka komunitas kitalah yang menjadi ‘corong’ gratis. Worth of mouth advertising alias iklan getok tular sangat efektif untuk memberi nilai ekonomi bagi hobi kita.
Saat demam akik melanda Indonesia, siapa yang meraup keuntungan tinggi? Siapa lagi kalau bukan mereka yang sudah belasan bahkan puluhan tahun menggeluti bebatuan berharga ini? Berkat hobi dan keahlian yang yang ‘orang lain belum tahu’ atau ‘orang lain ketinggalan kereta’ dia dianggap pakar. Siapa yang dihubungi jika ingin membeli akik? Orang yang ‘pakar’ tadi. Jasa konsultasi ini biasanya tidaklah gratis. Apalagi kalau ada orang kaya yang ‘titip beli’. Dia bukan saja dapat keuntungan dari penjual, tetapi juga dari pembeli.
5. Jual Diri
Frase ‘jual diri’ seringkali berkonotasi negatif. Namun, sebenarnya, frase ini netral. ‘How to sell yourself’ merupakan salah satu cara untuk mengubah hobi menjadi hoki. Bukan hanya lewat komunitas, tetapi kita perlu ‘memperkenalkan diri’ terus menerus agar nama kita tetap ‘terdengar’.
Seorang sahabat saya punya hobi memelihara anjing stambum. Hobinya kini sudah menghasilkan uang ratusan juta rupiah. Dia bukan hanya berhasil membesarkan anakan anjing—seperti chow chow dan herder—tetapi juga menangkarkannya sendiri.
Bagaimana dia ‘menjual dirinya sendiri’ sebagai pakar anjing? Dengan berbagai cara. Misalnya, dia selalu pasang gambar anjing di beberapa handphone yang dia miliki. Medsos juga sangat efektif untuk sounding hobi kita. Di samping itu, dia pun mengikutkan anjing peliharaannya ke berbagai lomba. Kemenangan demi kemenangan yang dia peroleh meningkatkan harga anjing yang dia jual. Bukan hanya itu, itu dia menyumbangkan anjing-anjing terbaiknya ke instansi yang membutuhkannya. Meskipun anjing yang dia jadikan itu mahal tetapi kado itu bisa menjadi ajang promosi terbaik.
Jika passion Anda kuat di hobi Anda, maka Anda akan sangat ahli di situ. Keahlian menghasilkan uang. Tunggu apalagi? Ayo ubah hobi Anda menjadi hoki seumur hidup. Hoki ini bahkan bisa diwariskan ke anak cucu jika mereka mempunyai burning desire yang sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar