Tak terasa, sudah hampir enam tahun saya meninggalkan tanah air di Indonesia untuk mengikuti pasangan yang berdiam di Amerika Serikat. Dalam kurun waktu enam tahun ini, kami telah berpindah kediaman sebanyak 5 kali. Iya, 5 kali.
Dimulai dari Jakarta ke California, kemudian Florida, Oklahoma, lalu kembali ke California. Saya sering mendengar orang berkeluh-kesah ketika harus mengepak barang untuk berpindah rumah. Begitu banyak barang, simpanan, peralatan dapur, dan lainnya. Saya, sebaliknya, malah merasa senang.
Perpindahan ini menjadi kesempatan untuk melihat kembali seluruh barang yang saya miliki. Seringkali, saya menyimpan hadiah atau warisan yang tidak pernah saya gunakan, atau perhiasan dan alat dandan yang terselip di bawah tumpukan tas. Ketika saya membongkar harta benda satu persatu, ini merupakan satu kesempatan untuk mengategorikan barang apa saja yang saya miliki.
Langkah-langkah ini biasanya saya lakukan untuk mengatur perpindahan tanpa stress:
1. Tentukan kediaman seperti apa yang saya inginkan di tujuan berikutnya
Tempat seperti apa bukan berarti soal desain interior rumah atau seberapa besar rumah berikutnya. Tempat seperti apa di sini artinya suasana ruangan seperti apa yang saya inginkan ketika saya diperbolehkan menata ruangan di tempat kediaman baru.
Apakah kursi yang sudah 5 tahun ini akan saya bawa, atau jual sebelum pindah, sehingga saya punya sedikit ruang gerak di tempat baru? Seberapa banyak mainan anak yang diperlukan, bisakah kita sumbangkan mainan bayi yang sudah tidak digunakan atau adakah tempat penyimpanan untuk bayi berikutnya?
Saya sebetulnya muak melihat begitu banyak benda di satu ruangan, tapi saya juga ingin si anak puas bermain. Jadi untuk mengompensasi banyaknya jumlah mainan anak di satu ruangan, saya kurangi jumlah meja, lemari dan laci untuk menyimpan benda-benda saya.
2. Mulai sortir berdasar ruangan dengan jumlah barang terbanyak
Boks pertama selalu dimulai dari dapur, karena perlengkapan dapur saya biasanya berjumlah lebih banyak daripada benda-benda di ruangan lain. Panci, piring, alat makan, botol air, bumbu-bumbu makanan, makanan kaleng, hanya sebagian dari beberapa yang penting. Bumbu yang kadaluarsa akan dibuang, pecah-belah yang masih akan digunakan hanya dikeluarkan seperlunya, sisanya akan disimpan untuk siap dibungkus.
Beberapa jenis barang yang masuk boks donasi seperti panci yang mulai karatan, piring yang tidak ada pasangannya, alat kupas apel yang tidak pernah digunakan, atau parutan keju ketiga yang ditemui hari itu. Setelah dapur bersih, saya ulangi prosesnya di kamar dan kamar mandi, menyortir alat dandan dan keperluan mandi, seprai dan tirai, hingga perhiasan. Biasanya akan ada hari khusus ketika saya akan menyortir pakaian, dimulai dari pakaian saya, anak, lalu pasangan.
3. Sediakan boks untuk barang yang tidak diinginkan atau diperlukan
Biasanya boks ini kami antar ke pusat donasi bernama Goodwill, di mana mereka akan sortir dan jual kembali barang sumbangan kita di ratusan tokonya di seluruh penjuru Amerika. Ketika saya tinggal di Indonesia, boks serupa saya antar ke panti asuhan. Sebelum disumbangkan, saya selalu lihat lagi untuk memastikan tidak ada barang yang masih saya inginkan, atau sudah tidak layak untuk disumbangkan.
Iya, penting melihat kelayakan barang sebelum disumbangkan, ya. Jangan memperlakukan sumbagan seakan-akan kita hendak membuang sampah. Pastikan semua barang yang disumbangkan masih dalam kondisi baik dan layak untuk dipakai.
Beberapa barang yang bernilai tinggi biasanya juga saya coba jual di situs penjualan barang bekas. Lumayan, untuk menambah ongkos pindahan rumah!
4. Sortir barang sentimental di urutan terakhir
Saya membaca buku Marie Kondo tentang hidup minimalis--mengelilingi diri hanya dengan benda-benda yang bermanfaat dan menimbulkan rasa bahagia, di mana proses pembersihannya dimulai dari kloset pakaian dan diakhiri dengan barang sentimental.
Saya sangat setuju untuk menyortir barang sentimental di urutan terakhir, seperti benda peninggalan orang tua, boneka favorit masa kecil, dan foto-foto. Benda-benda sentimental ini kemudian saya letakkan di dalam boks khusus dan diberi label berdasarkan jenis (foto, pajangan, souvenir, dan lainnya) sehingga mudah ditemukan.
5. Melepaskan ekspektasi
Setelah lama tinggal di suatu tempat, membangun kehidupan dan kedekatan dengan teman dan lingkungan, berpindah adalah pertarungan. Pertarungan pertama adalah debat mental. Hidup seperti apa yang akan menanti di tempat baru, apakah akan ada sahabat baru yang bisa ditemui, adakah lapangan kerja yang sesuai keinginan, hingga di mana kami harus tinggal di tempat berikutnya?
Yang terpenting buat saya adalah melepaskan ekspektasi. Menerima bahwa tempat yang baru mungkin akan jauh berbeda dari tempat yang lama. Bukan lebih baik atau lebih buruk, tapi berbeda. Dengan tidak mengharuskan tempat yang baru 'lebih baik' dari tempat yang lama, saya melepaskan ekspektasi dan tekanan yang tidak perlu. Saya belajar menerima tempat yang baru dengan sudut pandang yang segar--dengan tidak membanding-bandingkan.
Sisi positifnya? Saya menganggap berpindah rumah seperti sebuah petualangan--kesempatan jalan-jalan atau liburan dalam jangka waktu panjang. Every move is an adventure. Life is an adventure. So I decide to spread my wings and embrace the wind.
Bagaimana kamu menghadapi proses berpindah rumah?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar